Panggung yang Ramai, Suara yang Beragam
Di tengah hamparan sawah dan desa-desa yang tersebar di 28 kecamatan, BUMDes di Kabupaten Bojonegoro ibarat orkestra yang belum sepenuhnya harmonis. Ada yang memainkan nada-nada ceria dengan ritme yang teratur, ada pula yang masih mencari nada, bahkan belum sempat menggenggam alat musiknya.
Secara angka, 72,8% desa — atau 305 dari 419 desa — telah membentuk BUMDes. Ini seperti hampir tiga dari setiap empat desa sudah memiliki panggung ekonomi lokal. Tapi, punya panggung bukan jaminan ada pertunjukan. Punya nama BUMDes, belum tentu ada aktivitas, administrasi, atau ruang kerja yang layak.
Beberapa BUMDes beroperasi seperti toko kelontong yang berkembang jadi koperasi raksasa, sementara yang lain masih bersembunyi di balik meja perangkat desa, tanpa buku catatan, tanpa kantor, bahkan tanpa pengurus tetap.
Dari data yang tercatat, hanya 59,7% BUMDes memiliki kantor atau menumpang di balai desa. Sisanya? Tak jelas di mana mereka “berjualan” atau “menghitung laba”. Lebih mencolok lagi, rata-rata hanya 1,65 jenis kegiatan per BUMDes — artinya, banyak yang hanya menjalankan satu usaha, seperti simpan pinjam atau penjualan pupuk, tanpa berkembang.
Administrasi? Masih seperti surat cinta yang tak pernah ditulis. Dari ratusan BUMDes, total hanya tercatat 618 jenis buku administrasi, rata-rata kurang dari dua buku per lembaga. Padahal, tanpa buku kas, notulen, atau laporan keuangan, BUMDes ibarat kapal tanpa peta — bisa berlayar, tapi tak tahu arah dan akhirnya.
Namun, di tengah ketimpangan ini, ada desa-desa yang sudah menemukan iramanya. Mereka tak hanya membentuk BUMDes, tapi juga menggerakkan roda ekonomi desa dengan sistem yang rapi dan usaha yang beragam.
Baureno: Simfoni BUMDes yang Hampir Sempurna
Jika Bojonegoro adalah sebuah orkestra, maka Kecamatan Baureno adalah salah satu barisan utama yang paling solid. Dari 25 desa, 24 telah membentuk BUMDes (96%), dan sebagian besar dari mereka tidak hanya hadir secara nama, tapi juga bernyanyi dengan suara nyata.
Baureno bukan hanya unggul dalam angka, tapi juga dalam kedalaman aktivitas dan kualitas tata kelola. Total, BUMDes di sini mencatat 72 jenis buku administrasi dan 58 jenis kegiatan — angka tertinggi di antara semua kecamatan. Bahkan, beberapa desa di Baureno menunjukkan performa yang bisa menjadi contoh bagi seluruh kabupaten.
Berikut adalah 5 BUMDes terbaik di Baureno, yang menjadi nada-nada utama dalam simfoni ekonomi desa ini:
5 BUMDes Terbaik di Kecamatan Baureno
Desa seperti Tulungagung adalah bukti bahwa BUMDes bisa menjadi mesin ekonomi desa yang hidup, transparan, dan mandiri. Dengan 19 jenis kegiatan dan 16 jenis buku administrasi, desa ini tidak hanya mencatat angka, tapi membangun sistem.
Namun, meski Baureno bersinar, tidak semua desa di sini bernasib sama. Beberapa masih tertinggal: BLONGSONG, BAURENO (desa), dan GUNUNGSARI bahkan tidak memiliki buku administrasi maupun kegiatan. Mereka seperti anggota orkestra yang belum diberi alat musik — hadir, tapi belum bisa ikut memainkan nada.
5 BUMDes Terbaik di Bojonegoro: Kecamatan yang Sudah Menemukan Iramanya
5 BUMDes Terburuk di Bojonegoro: Kecamatan yang Masih Belajar Bernyanyi
Akhir dari Catatan: Panggung Masih Terbuka
Bojonegoro telah membangun panggung ekonomi desa di hampir setiap dusun. Tapi, belum semua panggung dinaiki, belum semua desa menari.
Ada yang sudah bermain musik dengan penuh percaya diri. Ada pula yang masih berdiri di pinggir panggung, menunggu pelatih, menunggu alat, atau bahkan menunggu keberanian untuk tampil.
Yang jelas: pembentukan BUMDes bukan akhir cerita, tapi awal dari sebuah proses panjang — menuju desa yang benar-benar mandiri, bukan hanya dalam nama, tapi dalam gerak, catatan, dan hasil.
Dan di tengah proses itu, Baureno telah membuktikan bahwa harmoni itu mungkin — selama ada komitmen, sistem, dan semangat untuk terus bermain.
Penulis : Syafik
Sumber data : Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (DPD), Kementerian Dalam Negeri.(https://prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id/mpublik/)