Produksi Daging Kambing Jawa Timur Turun, Bojonegoro Melonjak di 2024

oleh 432 Dilihat
oleh
(Ilustrasi by chatgpt)

damarinfo.com – Pernahkah Anda terpikir, di balik setiap tusuk sate kambing yang Anda nikmati, ada cerita besar tentang jatuh bangunnya peternak? Data terbaru dari BPS Jawa Timur memuat kabar yang mengejutkan: dalam setahun terakhir, produksi daging kambing di Jawa Timur merosot hampir 5%. Artinya, sekitar 1 juta kilogram daging kambing “menghilang” dari pasar. Jumlah yang, bila diterjemahkan, bisa membuat 100 warung sate terancam gulung tikar.

Jawa Timur Sedang Tidak Sehat

Jika Jawa Timur diibaratkan sebagai seorang peternak, kondisinya kini sedang payah. Beberapa kabupaten — seperti Madiun dan Tuban — mengalami penurunan produksi yang mencolok. Ada beberapa penyebab utama di balik ini:

  • Harga pakan yang melonjak memaksa peternak berhemat.

  • Banyaknya pemotongan liar di luar jalur resmi membuat data produksi meleset dari kenyataan.

  • Cuaca ekstrem menyulitkan ketersediaan pakan hijauan.

Namun, di tengah lesunya sektor ini, Bojonegoro tampil beda.

Bojonegoro: Si Kuda Hitam yang Menang di Tengah Krisis

Saat banyak daerah terpuruk, Bojonegoro justru mencatatkan kenaikan produksi3% pada karkas, bahkan 6% pada daging konsumsi. Ini bukan sekadar angka di laporan, tapi cermin dari upaya yang terencana.

Apa yang membuat Bojonegoro bertahan — bahkan melaju?

  • Program pemerintah menyentuh langsung peternak, mulai dari bantuan pakan hingga pelatihan teknik pemotongan yang efisien.

  • Budaya kuliner berbasis kambing yang kuat di masyarakat menciptakan pasar yang stabil.

  • Pencatatan produksi yang tertib memastikan semua hasil peternakan tercatat resmi.

Baca Juga :   Program GAYATRI Bojonegoro Berhasil Tingkatkan Pendapatan Warga

Kabupaten Tetangga: Ada yang Bertahan, Ada yang Terpukul

Lalu, bagaimana dengan daerah sekitar Bojonegoro?

  • Lamongan bertahan di tengah badai. Produksinya nyaris stagnan — tidak turun, tapi juga tidak berkembang. Masih setia pada pola tradisional yang membuatnya sulit bersaing.

  • Tuban terpuruk. Produksi di sana anjlok 43%. Salah satu faktor utamanya adalah alih fungsi lahan peternakan menjadi kawasan industri migas.

  • Ngawi bahkan lebih memprihatinkan. Produksi daging kambing turun lebih dari separuh karena banyak peternak beralih ke sapi, yang dianggap lebih menguntungkan.

  • Nganjuk masih berusaha bertahan. Produksinya memang tumbuh, tapi sangat tipis. Potensi ada, sayangnya kurang inovasi membuat perkembangan berjalan lambat.

Kabupaten Produksi 2023 (kg) Produksi 2024 (kg) Pertumbuhan
Bojonegoro 972.317 1.002.739 +3,13%
Lamongan 805.708 1.038.667 +0,02%
Tuban 904.903 518.638 -42,6%
Ngawi 636.391 293.475 -53,8%
Nganjuk 599.626 609.797 +1,7%

Apa Pelajaran yang Bisa Kita Ambil?

Cerita di balik naik turunnya produksi daging kambing di Jawa Timur sebenarnya sederhana, namun penuh makna. Bojonegoro menunjukkan bahwa kebijakan yang konsisten dan menyentuh langsung pelaku usaha bisa membawa hasil yang nyata. Mereka tidak sekadar menunggu perubahan dari atas, tapi menggerakkan potensi lokal dengan pendekatan yang terukur dan berkelanjutan.

Baca Juga :   Jejak Sapi Ongole di Bojonegoro: Ketika Peternakan Jadi Proyek Kolonial

Sebaliknya, daerah-daerah yang terlalu lama bergantung pada pola lama, tanpa inovasi dan tanpa dukungan kebijakan yang aktif, perlahan tapi pasti mulai tertinggal. Mereka berjalan di tempat saat kebutuhan pasar terus bergerak maju. Ketika cuaca tak menentu dan harga pakan melonjak, strategi lama tak lagi bisa diandalkan.

Di sisi lain, kita juga belajar bahwa data yang akurat bukan sekadar formalitas administratif. Ia menjadi alat penting dalam menyusun langkah, mengevaluasi kebijakan, hingga memastikan bahwa produksi yang ada benar-benar tercermin dalam perencanaan daerah. Bojonegoro menata semua itu dengan baik — mulai dari pencatatan yang rapi hingga distribusi yang terkendali — dan hasilnya terlihat jelas dalam angka.

Lebih dari sekadar angka, data ini bicara tentang pilihan-pilihan yang diambil — atau justru diabaikan — oleh setiap daerah. Dan dari situlah kita bisa belajar: bahwa membangun ketahanan peternakan tidak bisa setengah hati. Dibutuhkan keberanian untuk berubah, ketekunan untuk menjaga, dan kepedulian terhadap ekosistem yang mendukungnya.

Penulis : Syafik

Sumber data : BPS Jawa Timur