Pemerintah Pusat Pangkas Dana Transfer ke Daerah
Pemerintah pusat berencana memangkas transfer ke daerah hingga 24,8% atau sekitar Rp 241 triliun. Gelombang besar ini tentu akan berimbas pada APBD kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Saat aliran dana pusat surut, daerah dituntut menguatkan perahu fiskalnya sendiri: Pendapatan Asli Daerah (PAD), salah satunya lewat pajak daerah.
Bojonegoro di Tengah Target Pajak Daerah 2025
Dalam APBD 2025 (Sebelum Perubahan APBD), Kabupaten Bojonegoro menargetkan penerimaan pajak daerah sebesar Rp 232 miliar. Angka ini menempatkannya di urutan menengah dibanding kabupaten tetangga: di atas Ngawi (Rp 156 miliar), setara dengan Nganjuk (Rp 232 miliar), namun di bawah Lamongan (Rp 273 miliar) dan jauh tertinggal dari Tuban (Rp 389 miliar).
Apakah angka Rp 232 miliar ini cukup untuk menjaga keseimbangan kas daerah ketika dana pusat menyusut?
Struktur Target Pajak Daerah Bojonegoro 2025
Bojonegoro menambatkan harapannya pada tiga pilar utama:
-
Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) – 27%
-
Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) – 26,5%
-
PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan) – 20,3%
Di belakangnya, Opsen BBNKB menyumbang 11%, BPHTB 7%, sementara pajak mineral bukan logam dan batuan sekitar 5%. Pos-pos kecil seperti reklame, air tanah, hingga sarang burung walet hanya memberi total kurang dari 3%.
Tiga pilar ini ibarat kaki penyangga. Pertanyaan besarnya: apakah Bojonegoro akan memperkuat semua secara seimbang, atau memilih salah satu untuk digenjot lebih tinggi?
Perbandingan Regional: Tiga Pilar Pajak Besar
Jika dilihat dari tiga kategori utama (PBJT, PBB-P2, dan Opsen PKB), pola antar-kabupaten menunjukkan corak berbeda:
Kabupaten | PBJT (%) | PBB-P2 (%) | Opsen PKB (%) |
---|---|---|---|
Tuban | 25,9 | 11,6 | 15,0 |
Lamongan | 34,6 | 21,2 | 20,9 |
Bojonegoro | 27,3 | 20,3 | 26,5 |
Nganjuk | 24,0 | 22,4 | 28,5 |
Ngawi | 28,7 | 20,5 | 31,0 |
Dari tabel ini terlihat:
-
Lamongan sangat bergantung pada PBJT (34,6%).
-
Ngawi paling mengandalkan opsen PKB (31,0%).
-
Bojonegoro lebih seimbang antara ketiganya.
Apakah keseimbangan ini adalah keunggulan, atau justru tanda bahwa belum ada sektor pajak yang benar-benar digenjot maksimal?
PBJT, Pajak dari Aktivitas Sehari-hari
PBJT mencakup pajak restoran, hotel, hiburan, hingga parkir. Di Bojonegoro, targetnya mencapai Rp 63 miliar—lebih dari seperempat total pajak daerah 2025.
Namun, dibandingkan Lamongan (Rp 94 miliar atau 34,6%), Bojonegoro masih lebih rendah. Tuban pun lebih besar, Rp 101 miliar (25,9%). Sementara Nganjuk dan Ngawi berada di kisaran Rp 55 miliar dan Rp 45 miliar.
Jika PBJT mencerminkan denyut ekonomi sehari-hari masyarakat, maka pertanyaan pun muncul: apakah Bojonegoro berani mendorong sektor konsumsi dan jasa lebih keras, atau tetap mengandalkan sektor tradisional seperti tanah dan bangunan?
Menatap APBD 2025
Dengan surutnya dana transfer pusat, target pajak daerah menjadi jangkar fiskal yang krusial. Bagi Bojonegoro, PBJT, PBB-P2, dan opsen kendaraan bermotor adalah tiga pilar utama.
Namun, arah ke depan masih menjadi teka-teki. Apakah Bojonegoro akan menaikkan PBB-P2 seperti banyak daerah lain? Apakah akan memaksimalkan PBJT yang tumbuh bersama geliat konsumsi warganya? Atau justru memperkuat opsen kendaraan yang stabil?
Di tengah arus fiskal nasional yang berubah, pilihan-pilihan inilah yang akan menentukan: apakah Bojonegoro sekadar ikut hanyut, atau mampu mendayung lebih jauh dengan tenaganya sendiri.
Penulis : Syafik
Sumber data: Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia