damarinfo.com – Jawa Timur, sejak lama dikenal sebagai salah satu sentra produksi cabai terbesar di Indonesia . Wilayah yang kaya akan tanah subur dan keragaman iklim ini menjadi rumah bagi ribuan hektare lahan pertanian cabai rawit, besar, hingga keriting . Di tengah dinamika permintaan pasar yang fluktuatif dan tantangan cuaca yang semakin tidak menentu, beberapa kabupaten/kota mencatatkan diri sebagai pemain utama.
Namun, di antara dominasi Malang, Blitar, dan Kediri yang selalu menduduki posisi atas dalam produksi cabai, muncul sebuah nama yang mulai menyita perhatian: Bojonegoro .
Profil Produksi Cabai di Jawa Timur (2023–2024)
Secara keseluruhan, Jawa Timur masih mempertahankan dominasinya sebagai penghasil cabai terbesar di Pulau Jawa . Berdasarkan data luas panen dan produksi tahun 2023–2024:
- Cabai Rawit : Total luas panen turun sedikit menjadi 78.667,77 hektar, namun produksinya meningkat menjadi 5,69 juta kuintal .
- Cabai Besar : Luas panen juga mengalami penurunan tipis, dan produksinya ikut merosot sekitar 3,38% .
- Cabai Keriting : Menjadi bintang baru dengan peningkatan luas panen lebih dari 13% dan produksi naik 24% .
Di tengah tren tersebut, Bojonegoro tampil mencolok, khususnya dalam produksi cabai rawit , yang melonjak hampir 400% hanya dalam waktu setahun .
Bojonegoro: Petani yang Bangkit dari Tidur Panjang
Dulunya, Bojonegoro bukanlah daerah yang disebut-sebut dalam percakapan soal cabai. Namun, sejak awal 2024, wilayah yang terletak di ujung utara Jawa Timur ini mulai berubah haluan. Dengan luas panen cabai rawit yang naik drastis dari 212 hektar menjadi 497,7 hektar , produksinya pun melesat dari 8.977 kuintal menjadi 44.706,90 kuintal .
Peningkatan 134,76% dalam luas panen dan 398% dalam produksi ini menjadikan Bojonegoro sebagai salah satu kabupaten dengan pertumbuhan tercepat di Jawa Timur.
Sebaliknya, produksi cabai besar dan cabai keriting mengalami penurunan. Hal ini tak lepas dari alih fungsi lahan yang dialihkan petani ke cabai rawit—komoditas yang saat ini memberikan keuntungan lebih besar .
Mengapa Bojonegoro Bisa Melonjak?
Beberapa faktor utama yang mungkin mendorong lonjakan produksi cabai rawit di Bojonegoro:
- Harga Pasar yang Menggiurkan : Harga cabai rawit yang stabil dan sering kali tinggi membuat petani lebih tertarik untuk beralih dari komoditas lain.
- Program Pengembangan Hortikultura : Pemerintah daerah mulai gencar memberikan pelatihan, bantuan benih unggul, serta pendampingan teknis kepada petani.
- Pemanfaatan Teknologi Pertanian : Adopsi sistem irigasi mikro, pupuk organik, dan pengendalian hama berbasis digital mulai masuk ke desa-desa.
- Permintaan Industri Makanan : Permintaan dari industri pengolahan makanan lokal dan nasional semakin meningkat, memberikan kepastian pasar bagi petani .
Tantangan yang Masih Mengintai
Meskipun pencapaian Bojonegoro sangat menggembirakan, ada beberapa catatan penting yang perlu dicermati:
- Ketergantungan pada Satu Komoditas : Lonjakan produksi cabai rawit bisa berisiko jika harga tiba-tiba anjlok atau terjadi over-supply.
- Penurunan Produksi Cabai Lainnya : Alih fungsi lahan menyebabkan produksi cabai besar dan keriting turun secara signifikan.
- Infrastruktur Pasca-Panen Belum Memadai : Gudang penyimpanan, cold storage, dan akses distribusi masih menjadi titik lemah yang bisa menyebabkan kerugian pasca-panen .
Rekomendasi Strategis untuk Bojonegoro
Agar lonjakan ini tidak hanya menjadi fenomena sesaat, Bojonegoro perlu melakukan beberapa langkah strategis:
- Diversifikasi Tanaman :
- Dorong petani untuk tetap menanam cabai besar dan keriting, meski dalam skala kecil, agar tidak bergantung sepenuhnya pada cabai rawit.
- Penguatan Infrastruktur Pasca-Panen :
- Bangun gudang penyimpanan dan fasilitas pendingin untuk menjaga kualitas hasil panen dan menekan kerugian pasca-panen .
- Pelatihan Budidaya Intensif :
- Selenggarakan pelatihan rutin tentang cara budidaya yang efektif, pengendalian hama, dan manajemen lahan.
- Kemitraan dengan Industri :
- Bangun kerja sama langsung dengan industri pengolahan makanan untuk memastikan keberlanjutan pasar .
- Pemantauan Cuaca dan Iklim :
- Gunakan teknologi prediksi cuaca untuk membantu petani merencanakan musim tanam dan panen secara lebih baik.
Menuju Sentra Baru Cabai di Jawa Timur
Bojonegoro telah membuktikan bahwa dengan dukungan pemerintah, kemauan petani, dan adaptasi teknologi, daerah yang dulunya biasa saja bisa bangkit menjadi pemain utama. Potensi besar sudah terbuka lebar. Yang tersisa adalah bagaimana mempertahankannya dengan pengelolaan yang bijaksana dan berkelanjutan.
Dengan langkah tepat, bukan tidak mungkin suatu hari nanti Bojonegoro tidak hanya menjadi kabupaten penghasil cabai rawit, tapi juga menjadi sentra cabai modern di Jawa Timur—dan bahkan Indonesia .
Penulis : Syafik
Sumber data : Jawa Timur dalam Angka tahun 2025, BPS Jawa Timur