damarinfo.com – Rekapitulasi penghitungan suara di tingkat KPU Kabupaten Bojonegoro pada 3 Desember 2024 menjadi momentum penting dalam perjalanan demokrasi lokal. Berdasarkan Surat Keputusan KPU Bojonegoro Nomor 2880 Tahun 2024, pasangan Setyo Wahono dan Nurul Azizah dinyatakan sebagai pemenang dengan 701.249 suara, meninggalkan jauh pesaing mereka, Teguh Haryono dan Farida Hidayati, yang hanya mendapatkan 83.709 suara.
Kemenangan ini bukan sekadar angka. Bagi Setyo Wahono dan Nurul Azizah, ini adalah sebuah mandat besar dari masyarakat Bojonegoro, sebuah harapan yang sangat tinggi agar mereka bisa membawa perubahan untuk daerah yang kaya sumber daya alam ini. Namun, harapan besar datang dengan tantangan yang tak sedikit. Untuk itu, pertanyaan besar muncul:
Bisakah visi mereka untuk menjadikan Bojonegoro “sejahtera dan membanggakan” benar-benar terwujud?
Bojonegoro adalah daerah yang kaya dengan potensi alam, terutama minyak dan gas bumi (migas). Namun, kekayaan ini juga membawa tantangan tersendiri. Di balik kilau kemakmuran yang ditawarkan oleh sektor migas, Bojonegoro masih bergelut dengan masalah kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sosial. Bojonegoro, meski memiliki kekayaan alam, ternyata termasuk salah satu daerah dengan kemiskinan yang tinggi di Jawa Timur. 11,69% dari penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan, dan angka ini menempatkan Bojonegoro di peringkat ke-11 sebagai daerah termiskin di provinsi ini.
Sungguh ironis, bukan? Di tengah potensi besar yang dimiliki Bojonegoro, masih banyak warga yang berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kemiskinan adalah masalah yang harus segera diatasi oleh pemerintah baru. Dengan APBD yang sangat besar pada tahun 2025—lebih dari Rp 7,9 triliun, menjadikan Bojonegoro salah satu daerah dengan APBD terbesar kedua di Jawa Timur—seharusnya ini menjadi modal yang sangat kuat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
Tantangan Bojonegoro bukan hanya soal kemiskinan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih tetap di papan bawah di antara 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur (72,75) menunjukkan bahwa sektor pendidikan dan kesehatan juga perlu perhatian serius. Banyak masyarakat, terutama di desa-desa, yang belum memiliki akses memadai untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas atau layanan kesehatan yang memadai. Padahal, pendidikan dan kesehatan adalah kunci utama dalam memperbaiki kualitas hidup dan mendorong perekonomian daerah.
Selain itu, angka pengangguran terbuka yang mencapai 4,42% masih menjadi masalah besar. Terutama bagi kaum muda yang berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan berkembang. Sayangnya, sektor-sektor yang ada saat ini, seperti migas tidak lagi mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang memadai. Di sinilah pentingnya diversifikasi ekonomi, dengan mengembangkan sektor-sektor baru seperti pariwisata, ekonomi kreatif, dan energi terbarukan.
Namun, punya anggaran besar juga seperti punya pedang bermata dua. Kalau tidak dikelola dengan bijak, dana ini bisa habis begitu saja tanpa meninggalkan dampak positif yang berarti.
Kini saatnya bagi kita semua untuk terlibat. Masyarakat Bojonegoro harus terus mengawal dan mendukung pemerintahan yang baru. Partisipasi aktif dalam proses pembangunan dan pengambilan kebijakan sangat diperlukan. Jangan hanya menjadi penonton, tetapi jadilah bagian dari perubahan. Masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta harus bersatu untuk memastikan Bojonegoro menjadi tempat yang lebih baik bagi generasi mendatang. Ini adalah waktu yang tepat untuk mulai membangun Bojonegoro yang sejahtera dan membanggakan.
Tapi, bagaimana cara memastikan Rp 7,9 triliun itu benar-benar digunakan untuk perubahan yang nyata? Apa saja yang harus dilakukan oleh pemimpin baru untuk memastikan anggaran ini bisa mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja? Semua itu akan kita bahas di Bagian 2: APBD Bojonegoro 2025: Peluang Besar untuk Perubahan Nyata
Penulis : Syafik