Arah Anggaran yang Berubah
Bojonegoro,damarinfo.com – Seperti sungai Bengawan yang sesekali surut di musim kemarau, aliran anggaran Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2026 juga berkurang debitnya. Pemerintah daerah kini harus menyesuaikan langkah setelah dana transfer dari pusat mengalami pemangkasan.
Rencana awal belanja daerah yang semula mengalir deras sebesar Rp7,85 triliun, kini turun menjadi Rp6,78 triliun. Angka itu bukan sekadar hasil hitungan teknokratis, melainkan sinyal bahwa roda fiskal daerah sedang berputar lebih pelan dari biasanya.
“TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) sudah menyampaikan penyesuaian anggaran dalam KUA-PPAS,” ujar Lasuri, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro.
Ia menegaskan, penurunan ini merupakan langkah penyeimbangan setelah pendapatan daerah berkurang karena pemangkasan dana transfer.
Langit Fiskal yang Mulai Berawan
Perubahan arah fiskal ini menandakan langit keuangan Bojonegoro yang semula cerah kini mulai berawan. Berdasarkan Ringkasan OPD Penyesuaian TKD 2026, hampir semua organisasi perangkat daerah (OPD) ikut merasakan hembusan angin pengetatan.
Total koreksi anggaran mencapai Rp1,06 triliun, atau turun 13,52 persen dari rencana awal. Artinya, setiap belanja publik kini perlu perhitungan lebih matang, dan setiap prioritas harus dipilih dengan hati-hati.
Dinas Pendidikan, yang selama ini menjadi ujung tombak masa depan Bojonegoro, mengalami penyesuaian cukup besar — dari Rp1,52 triliun menjadi Rp1,34 triliun, berkurang Rp178,6 miliar atau 11,74 persen. Sementara Dinas Kesehatan juga harus menyesuaikan diri dengan pengurangan Rp81,4 miliar (5,66 persen).
Sektor Fisik Menahan Laju
Jika dunia pembangunan diibaratkan kapal besar, maka Bojonegoro sedang memperlambat lajunya untuk menyeimbangkan beban di tengah gelombang fiskal nasional. Sektor infrastruktur fisik menjadi salah satu yang paling terdampak.
Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya mencatat penurunan terbesar — mencapai Rp342,1 miliar atau 36,54 persen. Jalan, jembatan, dan bangunan publik mungkin harus menunggu sedikit lebih lama untuk tersentuh proyek baru.
Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang juga ikut terkoreksi sebesar Rp116,6 miliar (20,55 persen), sedangkan Dinas Sumber Daya Air berkurang Rp41,1 miliar (16,54 persen). Koreksi di tiga sektor ini menunjukkan bagaimana pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan infrastruktur dan kemampuan keuangan yang menurun.
Sepuluh OPD dengan Penyesuaian Terbesar
Untuk melihat lebih jelas arah penyusutan tersebut, berikut sepuluh OPD dengan penurunan anggaran tertinggi secara absolut berdasarkan hasil penyesuaian TKD tahun 2026:
No | OPD | Penurunan (Rp) | Persentase (%) |
---|---|---|---|
1 | Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya | Rp342.147.574.657 | 36,54% |
2 | Dinas Pendidikan | Rp178.615.800.777 | 11,74% |
3 | PPKD (Pejabat Pengelola Keuangan Daerah) | Rp136.032.612.751 | 8,81% |
4 | Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang | Rp116.620.861.580 | 20,55% |
5 | Dinas Kesehatan | Rp81.407.646.422 | 5,66% |
6 | Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air | Rp41.180.746.835 | 16,54% |
7 | Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian | Rp30.192.748.594 | 18,04% |
8 | Dinas Sosial | Rp12.460.011.809 | 12,67% |
9 | Dinas Perhubungan | Rp11.863.316.605 | 11,62% |
10 | Dinas Peternakan dan Perikanan | Rp10.356.397.538 | 6,87% |
Dari tabel ini, tampak bahwa penurunan terbesar terjadi di sektor permukiman dan pendidikan, diikuti bidang keuangan dan infrastruktur jalan. Artinya, penyesuaian lebih banyak menyasar sektor fisik yang memiliki alokasi besar, bukan pelayanan dasar semata.
Antara Angka dan Arah Kebijakan
Penyesuaian ini tentu bukan sekadar rangkaian angka di atas kertas. Di baliknya, ada keputusan sulit yang diambil dengan pertimbangan panjang. Setiap pengurangan berarti ada prioritas lain yang ditunda, dan setiap efisiensi mencerminkan strategi menjaga stabilitas fiskal.
Bahkan Dinas Sosial, yang berperan langsung dalam program pengentasan kemiskinan, ikut terkoreksi dari Rp98,3 miliar menjadi Rp85,9 miliar. Meski begitu, Pemkab berupaya memastikan agar program kesejahteraan tetap berjalan melalui efisiensi administrasi dan penguatan kerja sama antarinstansi.
Langkah-langkah ini memperlihatkan bahwa pemerintah daerah tidak berhenti berinovasi di tengah keterbatasan. Seperti petani yang tetap mengolah tanah di musim kering, Bojonegoro memilih menata ulang strategi pembangunan ketimbang menunggu kondisi membaik.
Menata Arah, Menjaga Harapan
“Penyesuaian ini perlu dilakukan agar APBD kita tetap sehat dan fokus pada prioritas utama,” lanjut Lasuri.
Menurutnya, langkah TAPD sudah sejalan dengan kondisi aktual pendapatan daerah yang menurun akibat kebijakan pusat. Penjelasan itu menegaskan arah kebijakan fiskal Bojonegoro yang lebih berhati-hati, namun tetap berorientasi pada pelayanan publik dan keberlanjutan pembangunan.
Di antara barisan angka dan persentase itu, satu hal menjadi pegangan: kemampuan daerah untuk beradaptasi adalah tanda kedewasaan fiskal. Dan seperti sungai Bengawan yang selalu menemukan jalannya menuju laut, Bojonegoro tampaknya tengah menata aliran anggarannya agar tetap menghidupi setiap tepi pembangunan — perlahan tapi pasti.
Penulis : Syafik
Sumber data : Dokumen Rancangan Penyesuaian TKD