APBD 2026: Awal Uji Visi dan Misi Pemerintah Baru
“Pada suatu kesempatan, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono menegaskan di hadapan jajaran kepala dinas hingga camat: ‘Tahun 2025 masih bisa saya tolerir, tapi 2026 semua harus bekerja keras untuk masyarakat Bojonegoro.’
Sebagai pemimpin baru yang dilantik Februari 2025, Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah belum leluasa merealisasikan janji politik mereka. APBD 2025 sudah disusun sebelum mereka menjabat, sehingga ruang perubahan sangat terbatas. APBD 2026 menjadi pijakan awal untuk mewujudkan visi dan misi mereka. Pertanyaannya: apakah arah APBD 2026 benar-benar mencerminkan janji politik Setyo–Nurul?
Jika menengok rancangan KUA-PPAS APBD 2026, terlihat jelas arah prioritas pembangunan. Total belanja daerah Rp7,85 triliun, jauh melebihi pendapatan Rp5,72 triliun. Defisit Rp2,12 triliun ditutup dari SILPA, artinya janji politik masih dibiayai “tabungan masa lalu”, bukan dari kekuatan ekonomi lokal.
Pendidikan: Fondasi Masa Depan
Rp1,675 triliun dialokasikan untuk pendidikan (20% total belanja), termasuk program Satu Siswa Satu Laptop, sekolah unggulan, beasiswa, dan bus sekolah. Angka ini lebih besar dari pagu Dinas Pendidikan Rp1,521 triliun, karena sebagian program dikelola lintas OPD seperti Bagian Kesra dan Dishub.
Jika berhasil, ini bisa mendorong IPM Bojonegoro dari baseline 72,75 sekaligus menurunkan stunting dan kematian ibu-anak. Namun efektivitas program sangat bergantung pada koordinasi birokrasi.
Kesehatan: Antara Layanan dan Administrasi
Sektor kesehatan mendapat Rp890 miliar untuk RS unggulan, jaminan kesehatan, gizi, stunting, dan layanan gratis. Dibandingkan pagu Dinas Kesehatan Rp1,438 triliun, terlihat sebagian anggaran tersedot untuk gaji dan administrasi. Jika gagal tepat sasaran, angka kematian dan stunting bisa stagnan meski nominal besar telah dialokasikan.
Pertanian dan UMKM: Masih Jadi Anak Tiri
Sektor yang paling dekat dengan kehidupan rakyat desa justru terabaikan. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Rp167 miliar, Dinas Peternakan Rp150 miliar, sedangkan dukungan UMKM, perdagangan, dan industri hanya Rp95 miliar.
Padahal janji politik menekankan kedaulatan petani, pemberdayaan UMKM, dan dukungan perempuan produktif. Kenyataannya, porsi anggaran sektor ini jauh lebih kecil dibanding belanja pegawai Rp2,41 triliun dan infrastruktur jalan Rp830 miliar.
Bojonegoro bahkan menjadi juara kemiskinan di antara sepuluh daerah migas: 11,69%, tiga kali lipat Deli Serdang (3,44%). Sementara pertumbuhan ekonomi 1,67% menunjukkan prioritas rakyat kecil masih terabaikan.
Infrastruktur: Konektivitas atau Proyek Mercusuar?
Belanja modal Rp1,8 triliun, mayoritas untuk jalan, jaringan, irigasi (Rp830 miliar) dan gedung/bangunan (Rp717 miliar). Jalan desa berbasis cor dan jalan selatan Bojonegoro yang menghubungkan tol Ngawi memang mempercepat distribusi logistik.
Namun proyek mercusuar seperti stadion internasional atau gedung kebudayaan berpotensi menyedot porsi besar. Pertanyaannya: apakah manfaat langsungnya sebanding dengan biaya, terutama bagi rakyat kecil?
Desa: Harapan di Tengah Ketimpangan
Belanja transfer ke desa Rp1,46 triliun menjadi harapan nyata. Jika dikelola baik, dana ini bisa langsung menyentuh masyarakat. Namun tanpa pengawasan dan ruang inovasi, belanja desa sering terjebak dalam rutinitas administrasi, bukan inovasi pembangunan.
Mapping Janji Politik – Program Prioritas – Anggaran 2026
Janji Politik / Prioritas | Program Konkret | Alokasi Anggaran 2026 (Rp) | Catatan Kritis |
---|---|---|---|
Pendidikan | Satu Siswa Satu Laptop, Sekolah Unggulan, Beasiswa, Bus Sekolah, BOS Madin/TPQ | 1,675,897,231,060 | Sesuai mandatory spending 20%. Tapi tersebar lintas OPD (Dinas Pendidikan, Kesra, Dishub). Tantangan: koordinasi & efektivitas. |
Kesehatan | RS Unggulan, Jaminan Kesehatan, Gizi, Stunting, TBC, Kusta, Kesehatan Gratis | 890,772,259,690 | Di bawah pagu Dinas Kesehatan (Rp1,43 T). Artinya belanja birokrasi masih dominan dibanding layanan langsung. |
Lingkungan & Adaptasi Iklim | Sampah berbasis komunitas, RTH, konservasi air, transisi energi | 332,335,658,158 | Alokasi relatif kecil dibanding sektor lain. Bagus untuk keberlanjutan, tapi belum prioritas besar. |
UMKM, Koperasi, Desa & Ekonomi Rakyat | BUMDes, Industri padat karya, IKM Rp1 M/desa, Pusat Kota Baru, Kreativitas Pemuda | 1,100,988,426,030 | Anggaran cukup besar. Jika tepat sasaran, bisa dongkrak ekonomi kerakyatan. Tapi rawan penyebaran proyek & simbolis. |
Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi | Jalan Selatan–Tol Ngawi, Jalan Desa Cor, Distribution Centre, Infrastruktur Pertanian, Pameran Produk | 559,653,383,734 | Target pertumbuhan 7,1–7,7% terlalu ambisius dari baseline 1,67% (2024). Butuh implementasi efektif, bukan sekadar proyek. |
Pengentasan Kemiskinan | Industri padat karya, IKM, BUMDes, Gayatri, Pakan Ternak, Usaha perempuan | 950,795,009,983 | Target kemiskinan turun dari 11,69% → 8,98% (turun ±35 ribu orang). Realistis atau hanya janji manis? |
Pengendalian Inflasi | Asuransi pertanian, Pupuk & Alsintan, Intensifikasi lahan, Vaksinasi PMK | 65,738,155,085 | Alokasi kecil. Apakah cukup menahan inflasi pangan yang volatil? |
Stunting | Jaminan Kesehatan, RS Unggulan, Pendampingan keluarga, Data keluarga risiko stunting | 640,963,899,810 | Anggaran besar. Stunting jadi prioritas nasional. Perlu pengawalan implementasi di desa. |
Infrastruktur & Konvergensi | Jalan Selatan, Jalan Desa Cor, Distribution Centre, Pusat Kota Baru, Infrastruktur Pertanian | 695,834,599,193 | Infrastruktur tetap prioritas besar. Pertanyaan: apakah infrastruktur otomatis berdampak ke pengurangan kemiskinan? |
Kapal Janji Politik Masih Rawan Tenggelam
APBD 2026 memperlihatkan prioritas pendidikan dan kesehatan, serta alokasi signifikan ke desa. Namun sektor yang paling berdampak pada pengentasan kemiskinan—pertanian, UMKM, dan pemberdayaan ekonomi lokal—masih tersisih.
Janji politik Setyo–Nurul rapuh karena dibiayai SILPA. Tanpa implementasi tepat sasaran, pengawasan ketat, dan prioritas anggaran pro-rakyat, kapal janji politik ini berisiko tenggelam di tengah gelombang defisit, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi rendah.
Bojonegoro membutuhkan transparansi, fokus, dan keberanian fiskal, bukan sekadar janji di atas kertas. Tanpa itu, APBD 2026 akan menjadi laporan indah tanpa efek nyata bagi kehidupan rakyat.
Penulis : Syafik
Sumber data : Dokumen Rancangan KUA-PPAS APBD 2026.