Berikutnya misalnya dengan program yang sudah ada tapi besaran anggaranya dinaikkan dan difokuskan untuk petani dengan kategori miskin ekstrem, misal Program Petani Mandiri (PPM) ekstrem. Jika sebelumnya per hektar mendapatkan hibah Rp. 2,5 juta, untuk PPM Ekstrem ini dinaikkan menjadi Rp. 5 juta.
Coba kita hitung dengan hitungan kasar saja, jumlah penduduk miskin ekstrem 60 persen petani atau 12 ribu orang artinya kira-kira 3 ribu kepala keluarga (satu istri dan dua anak) petani yang masuk kategori miskin ekstrem, jika masing-masing keluarga mendapatkan PPM Rp. 5 juta maka dibutuhkan anggaran Rp. 15 miliar dalam satu tahun. Nilai ini terlalu kecil untuk APBD Bojonegoro.
Ya, daripada dananya disumbangkan kepada Kabupaten lain yang tidak ada manfaatnya untuk masyarakat Bojonegoro.
Contoh program ekstrem lagi, Program Pedagang Produktif (PPP) Ekstrem. Selama ini prosedur untuk mendapatkan akses modal melalu program itu begitu rumit, sehingga tidak banyak yang dapat mengakses program ini. Untuk itu prosedurnya perlu dipermudah agar semakin banyak yang dapat mengakses program ini.
Data dalam laman satu data Bojonegoro menyebutkan Jumlah usaha mikro di Bojonegoro adalah 70.524, anggap saja yang masuk kategori miskin 20 persen atau 14 ribu usaha mikro, semuanya diberikan hibah (Bukan pinjaman), masing-masing usaha mikro diberikan Rp. 2,5 juta, maka untuk program ekstrem ini hanya dibutuhkan Rp. 35 miliar.
Ya, daripada dananya disumbangkan kepada Kabupaten lain yang tidak ada manfaatnya untuk masyarakat Bojonegoro.
Contoh berikutnya adalah Bantuan modal untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) , ya harus ekstrem juga. Misalnya semua BUMDes yang ada di Bojonegoro mendapatkan bantuan modal Rp. 500 juta per BUMDs , difokuskan untuk membeli hasil pertanian di desa masing-masing, maka dibutuhkan anggaran Rp. 209 miliar.
Ya, daripada dananya disumbangkan kepada Kabupaten lain yang tidak ada manfaatnya untuk masyarakat Bojonegoro.