Bojonegoro,damarinfo.com – APBD Bojonegoro 2025 adalah panggung, dan ASN (aparatur sipil negara) adalah aktor utamanya. Dari cara mereka mengelola anggaran, kita bisa menilai apakah birokrasi sekadar sibuk menjaga diri, atau benar-benar melayani rakyat.
ASN Bojonegoro: Nyaman di Gaji, Lambat di Kinerja Publik
Hingga September 2025, Bojonegoro sudah mengeluarkan Rp1,21 triliun (54,98%) untuk belanja pegawai ASN. Dari dokumen P-APBD 2025 terlihat betapa gemuknya alokasi untuk gaji ASN Bojonegoro:
-
Belanja gaji pokok dan tunjangan ASN mencapai lebih dari Rp1,1 triliun.
-
Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Bojonegoro masih sekitar Rp754 miliar meski mengalami penyesuaian turun.
-
Iuran kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, hingga jaminan kematian ASN dan PPPK tetap berjalan dengan angka ratusan miliar.
Dengan konstruksi anggaran semacam ini, ASN Bojonegoro bisa dibilang berada dalam posisi yang “terlindungi”. Gaji dan tunjangan cair rutin, hak-hak kesejahteraan tetap dijaga. Namun, kenyamanan itu kontras dengan kinerja belanja publik yang mereka kelola:
-
Belanja modal Bojonegoro hanya 4,10% dari Rp1,66 triliun.
-
Belanja hibah Bojonegoro baru 31,51%.
-
Belanja bansos Bojonegoro tersendat di 17,61%.
Kontrasnya terasa tajam: ASN Bojonegoro menerima kepastian pendapatan, tapi publik menerima ketidakpastian pembangunan.

Suara dari Dalam: ASN Sebagai Pemegang Amanah
Dalam apel Korpri 17 September 2025, Asisten III Bojonegoro, Andik Sudjarwo, menegaskan komitmen ASN terhadap amanah publik:
“Masyarakat sudah memberikan kepercayaan, bahkan atribut yang kita pakai adalah simbol kepercayaan itu. Oleh karena itu, jangan pernah kecewakan masyarakat. Bantu mereka, baik dalam lingkup tugas kedinasan maupun kehidupan bermasyarakat,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa keberhasilan program pemerintah hanya bisa terwujud dengan dukungan penuh ASN Bojonegoro:
“Mohon jalankan seluruh program dengan sepenuh hati, baik program tahun 2025 maupun yang direncanakan untuk 2026. Tanpa dukungan Bapak Ibu semua, program yang telah dicanangkan Bupati dan Wakil Bupati tidak mungkin terwujud,” tambahnya.
Pernyataan ini menunjukkan adanya kesadaran normatif di tubuh ASN Bojonegoro—mereka tahu peran besar yang diemban. Namun, data realisasi belanja memperlihatkan jurang antara retorika dan praktik.
Kritik dari Luar: Kinerja Tak Sebanding Hak
Mantan Anggota DPRD Bojonegoro, Agus Susanto Rismanto (Gus Ris), menyuarakan kritik keras atas rendahnya serapan anggaran Bojonegoro:
“Seharusnya TPP yang tinggi berbanding lurus dengan kinerja. Misalnya soal pengentasan kemiskinan, dengan belum terserapnya anggaran maka akan menambah kemiskinan baru, sementara kemiskinan yang lama belum teratasi,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahaya pola klasik late spending yang berulang:
“Belanja baru dikebut di akhir tahun, kualitas proyek menurun, manfaat tidak maksimal, dan SILPA menggunung. Pola lama ini seharusnya diputus, bukan dipelihara,” ujarnya.
Lebih jauh, Gus Ris menegaskan dimensi moral dari APBD Bojonegoro 2025:
“APBD bukan sekadar angka di kertas. Ia adalah wajah nyata pelayanan publik. Jika belanja pembangunan seret, sementara ASN tetap menikmati gaji dan tunjangan tinggi, publik berhak mempertanyakan. Bojonegoro tidak butuh ASN yang hanya menerima hak, tetapi ASN yang bekerja sepadan dengan haknya,” pungkasnya.
Membandingkan dengan Tetangga
Di Lamongan, ASN mampu menjaga keseimbangan: belanja pegawai moderat (53,37%) sekaligus mendorong belanja modal (51,91%) dan hibah (55%). Di Nganjuk, ASN menunjukkan sensitivitas sosial: bansos 48,03%, hibah 50,40%, dengan pegawai tetap aman (62,26%). Bila dibandingkan, ASN Bojonegoro terlihat lebih sibuk menjaga dirinya ketimbang mendorong manfaat publik.

ASN Bojonegoro : Bahan Bakar Tanpa Roda
Kinerja ASN Bojonegoro bisa diibaratkan kendaraan dengan tangki penuh—gaji dan TPP sebagai bahan bakar melimpah—tapi roda (belanja modal, hibah, bansos) tidak berputar. Mesin menyala, tapi kendaraan tidak bergerak. Masyarakat tidak mengukur ASN dari lancarnya slip gaji mereka, melainkan dari seberapa cepat pembangunan hadir dan bantuan sosial menyentuh yang membutuhkan.
P-APBD Bojonegoro 2025 memberi pesan tegas: ASN Bojonegoro berada dalam zona nyaman. Tetapi pertanyaan kritisnya—apakah kenyamanan birokrasi ini berbanding lurus dengan pelayanan yang mereka berikan pada rakyat? Karena, seperti kata Gus Ris, “uang rakyat harus kembali ke rakyat dalam bentuk nyata, bukan sekadar saldo kas daerah yang mengendap.”
Penulis : Syafik
Sumber Data
-
Data serapan anggaran daerah diambil dari: DJPK Kementerian Keuangan RI
-
Data belanja pegawai dan gaji ASN Bojonegoro diambil dari: BPKAD Kabupaten Bojonegoro