damarinfo.com – Bojonegoro punya nakhoda baru. Bupati dan Wakil Bupati hasil Pilkada 2024, Setyo Wahono dan Nurul Azizah, resmi dilantik pada 20 Februari— ketika APBD Induk 2025 telah disahkan. Ini menciptakan ruang kosong yang tak bisa diisi program baru, setidaknya sampai Perubahan APBD (P-APBD) dibahas.
Kini, saat Rancangan Perubahan KUA-PPAS 2025 dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro, kita akhirnya bisa membaca arah baru itu. Dan jelas: wajah pembangunan Bojonegoro sedang berganti .
Dari Beton ke Benih: Infrastruktur Digeser, Desa Dimajukan
Satu perubahan paling mencolok datang dari Dinas PU Bina Marga . Anggaran dinas ini turun drastis, dari semula Rp 760 miliar lebih menjadi sekitar Rp 540 miliar . Yang paling terasa adalah pemangkasan pada pembangunan flyover dan rekonstruksi jalan .
Namun, pemangkasan ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan dokumentasi dan kondisi lapangan, banyak infrastruktur jalan dan jembatan strategis telah tuntas dibangun di tahun-tahun sebelumnya. Artinya: anggaran tak perlu lagi diforsir ke aspal dan cor .
Sebaliknya, arah pembangunan bergerak ke desa. Ini tercermin jelas dari lonjakan anggaran di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) —dari Rp 1,36 triliun menjadi Rp 1,81 triliun . Di balik angka ini, terdapat pos Analisis Perencanaan dan Penyaluran Bantuan Keuangan yang salah satunya adalah Program Bantuan Keuangan Khusus Kepada Pemerintahan Desa atau biasa disebut BKD kepada Pemerintah Desa, yang naik tajam dari Rp 1,15 triliun menjadi Rp 1,65 triliun .
Ini bukan sekadar pergeseran teknis—ini pergeseran paradigma . Dari pembangunan yang terpusat di jalan besar, menuju pembangunan yang menyentuh kampung dan dusun.
Program Gayatri: Dari Ayam Petelur Menuju Mandiri Pangan
Di balik lonjakan Dinas Peternakan dan Perikanan , terselip program baru bernama Gayatri (Gerakan Ayam Petelur Mandiri) . Program ini belum muncul di APBD Induk, karena memang baru dirancang setelah bupati baru menjabat. Kini, dalam P-APBD 2025 , Gayatri menjadi andalan baru.
Anggaran untuk pengawasan mutu benih, pakan, dan bibit ternak skala kecil melonjak dari Rp 8,5 miliar menjadi Rp 89,5 miliar —naik lebih dari sepuluh kali lipat.
Gayatri bukan sekadar beternak ayam. Ia adalah simbol kemandirian pangan rumah tangga , pemberdayaan keluarga miskin , dan penguatan ekonomi lokal yang tidak bergantung pada bantuan jangka pendek.
Pendidikan: Infrastruktur Disokong, SDM Tertinggal?
Sektor pendidikan, yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan jangka panjang, menunjukkan wajah ambivalen dalam P-APBD 2025 . Total anggaran Dinas Pendidikan turun sebesar Rp 71,6 miliar , dari Rp 1,51 triliun menjadi Rp 1,43 triliun .
Yang paling mencemaskan: penurunan terjadi di komponen yang berkaitan langsung dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) :
- Gaji dan tunjangan ASN turun hingga Rp 132,9 miliar
- Program seperti pemetaan guru , pembinaan minat bakat siswa , dan pengembangan karier tenaga kependidikan juga ikut dipangkas.
Sebaliknya, anggaran untuk sarana dan prasarana pendidikan justru naik signifikan :
- Rehabilitasi ruang kelas SD naik Rp 20,7 miliar
- Pengadaan alat praktik dan peraga naik Rp 17,5 miliar
- Pembangunan sarpras SD bertambah Rp 15,7 miliar
- Rehab PAUD dan SLB juga dapat tambahan masing-masing Rp 2,2 miliar dan Rp 1,7 miliar
Naiknya angka ini didorong oleh fakta kritis dari Dapodik : ada 586 ruang kelas SD dan 151 ruang kelas SMP di Bojonegoro yang berada dalam kondisi rusak berat . Jumlah ini cukup membuat khawatir karena langsung berdampak pada kenyamanan dan keselamatan proses belajar-mengajar.
Namun, pertanyaannya tetap sama:
Apakah peningkatan sarpras bisa maksimal jika tidak dibarengi dengan penguatan SDM?
Guru yang tidak terlatih, siswa yang tidak terbina potensinya, dan minimnya supervisi akademik akan membuat bangunan baru pun menjadi cangkang kosong .
Investasi fisik memang mendesak, tapi jangan sampai menjadi satu-satunya solusi. Karena pendidikan yang berkualitas tidak hanya lahir dari tembok kokoh, tapi juga dari guru yang peduli dan siswa yang termotivasi .
Dinamika, Bukan Kontradiksi
Jika dibaca sebagai satu tarikan napas, P-APBD 2025 adalah koreksi arah yang wajar. Pemerintahan baru masuk ketika dokumen telah jadi, sehingga mereka harus menyesuaikan arah tanpa mengguncang stabilitas.
BKD ke desa adalah bentuk nyata komitmen pemerintahan baru pada pembangunan berbasis lokalitas. Program Gayatri adalah simbol keberanian menciptakan program solutif dari bawah. Pengurangan anggaran infrastruktur adalah bukti tuntasnya kerja rumah yang sudah lama dikerjakan.
Namun, penurunan pada pendidikan SDM mengingatkan kita bahwa setiap kebijakan membawa risiko . Perlu kontrol publik agar orientasi jangka panjang—bukan hanya pencitraan program baru—tetap dipegang teguh.
Arah Sudah Berganti, Publik Jangan Diam
Bojonegoro sedang bergerak ke babak baru. Namun arah bukan segalanya. Konsistensi, keberlanjutan, dan evaluasi berkala adalah kunci agar pembangunan tak sekadar terlihat indah di atas kertas.
Kita, sebagai masyarakat, perlu ikut menjaga arah ini. Bukan dengan mengintervensi, tapi dengan mengawasi dan menyuarakan kebutuhan nyata dari bawah . Karena pembangunan sejati tak cukup dari atas ke bawah—ia harus tumbuh dari bawah ke atas .
Penulis : Syafik
Sumber data : Rancangan Perubahan KUA-PPAS Kabupaten Bojonegoro tahun anggaran 2025