Bojonegoro,damarinfo.com – Pada malam tanggal 20 Oktober 2022, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menggelar acara bertajuk “Bojonegoro Night Carnival”. Sebuah Pawai Kendaraan yang dihias ala jaman kerajaan, dan para pejabatnya dari Bupati hingga Kepala Desa/Lurah menjadi penumpangnya. Tema yang diusung adalah Penguasa Kerajaan Majapahit hingga Bupati pada jaman Penjajahan Belanda.
Bojonegoro diyakini menjadi bagian penting dalam perjalanan sejarah kerajaan Majapahi, untuk itulah Tema Majapahit menjadi pilihan dalam pawai kendaraan malam itu. Benang merah antara Majapahit dan Bojonegoro ada di Desa Dander atau dulu disebut Bedander.
Profesor Agus Aris Munandar dari Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia menulis dalam penelitiannya yang diunggah dalam laman https://www.researchgate.net/publication/349164253, menuliskan bahwa Berita tentang pengungsian Raja Majapahit (Jayanagara) yang dikawal oleh pasukan Bhayangkara ke Desa Badander, terjadi ketika pemberontakan Ra Kuti (tahun 1319 M). Dalam kitab Pararaton dinyatakan:
Duk during mati Ra Kuthi arep anga[…]bhathara. Linungan de nira maring bhathara maring Badhandher. Sah ring wngi tan ana ring wruh. Anghing wong bhayangkara angiring (Brandes 1920: 33; Kriswanto 2009: 98).
Terjemahannya kurang lebih:
Ketika Ra Kuti belum mati ia ingin menjadi raja, sang raja lalu dilarikan ke Badander. Pergi pada malam hari dan tidak ada yang tahu. Hanya pasukan Bhayangkara yang mengiringi (Kriswanto 2009: 99).
Berdasarkan berita dari serat Pararaton tersebut, hanya diperoleh informasi bahwa raja dilarikan ke Badander pada waktu malam hari, tidak dijelaskan lokasi Badander secara terinci, misalnya Badander itu terletak di arah mana dari keraton raja (barat, timur, atau lainnya).
Dari hasil peneilitanya Prof Agus Aris Munandar berkeyakinan bahwa Desa Bedander yang disebut dalam Serat Pararathon tersebut adalah Bedander yang berada di Kabupaten Bojonegoro. Alasanya :
- Tempat itu tidak terlalu dekat dengan Majapahit, jika Majapahit berlokasi di Trowulan, maka tempat yang ideal tentunya Dander di Bojonegoro, bukan Bedander di Jombang. Dander (Bojonegoro) terletak agak jauh dari Majapahit (Trowulan) berada di balik pegunungan Kendeng utara, untuk mencapainya dari Majapahit harus mengadakan perjalanan yang agak melelahkan.
- Sumber makanan dan air bersih tentu tersedia di wilayah Dander, Bojonegoro karena merupakan kawasan yang subur.
- Penduduk Badander/Dander (Bojonegoro) dipastikan akan mendukung dan berpihak kepada Raja Jayanagara, karena daerah itu telah ditetapkan sebagai sima oleh ayahanda Jayanagara, yaitu Krtarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya) sebagaimana yang diuraikan dalam prasasti Adan-adan. Dalam prasasti itu disebutkan adanya tokoh Sri Paduka Rajarsi yang mendukung Raden Wijaya dalam perjuangannya mengalahkan Jayakatwang. Nama Jayanagara telah disebutkan dalam prasasti Adan-adan sebagai Rajataruna di Kadiri, artinya pemegang prasasti Adan-adan (Sri Paduka Rajarsi) yang bermukim di Dander) mengenal baik Jayanagara.
- Di wilayah Dander dan sekitarnya terdapat lokasi tempat dewata turun untuk menerima persembahan dalam api yang menyala abadi. Disebutkan dalam prasasti Adan-adan lempeng XVIIa bahwa orang-orang jahat akan di “…gsengna de sang hyang-agni…” (digosongkan oleh Sang Hyang Agni). Bukan suatu kebetulan apabila di Bojonegoro selatan (Kecamatan Ngasem) terdapat api abadi yang sekarang disebut Kahyangan Api, dalam Bahasa Jawa Kuno disebut Sang Hyang Agni4, merupakan nama asli dari Kahyangan Api yang otentik karena disebutkan dalam prasasti Adan-adan.
- Telah disebutkan bahwa di wanwa Adan-adan bermukim Sri Paduka Rajarsi, sangat mungkin seorang tokoh terkemuka yang hidup mengasingkan diri sebagai Rsi (pertapa). Tokoh ini belum dapat diketahui jatidiri sebenarnya, sangat mungkin masih anggota dinasti Rajasa, dan merupakan tokoh yang dituakan oleh Raden Wijaya setelah Krtanagara tewas dalam serangan yang dilakukan oleh Jayakatwang. Perlu dicatat bahwa kaum Rsi senantiasa dihubungkan dengan api pemujaan untuk melakukan upacara persembahan kepada dewa (Comte 1991: 26), di lereng barat Gunung Penanggungan sebagai tempat Karsyan Pawitra terdapat banyak kepurbakalaan yang berhubungan dengan peribadatan kaum Rsi, seperti candi Meru (punden berundak), goa pertapaan, altar persajian, pedupaan, bekas tungku persajian, dan sebagainya (Munandar 1990). Demikian pula Candi Dadi di selatan Tulungagung sebenarnya adalah bekas Mahavedi (tungku persajian) besar yang dahulu digunakan dalam peribadatan kaum Rsi (Munandar 2015). Dengan demikian jelas sekali terdapat hubungan erat antara Sri Paduka Rajarsi yang tinggal di Desa Dana-dana (Adan-adan), nama lain Dandhara (Dander) dengan api abadi yang sekarang disebut Kahyangan api (Sang Hyang Agni). Artinya Dander di Bojonegoro tersebut sebenarnya identik dengan Badander atau Dander sebagai tempat pengungsian Jayanagara.
Nah, lalau apa arti kata Bedander tersebut? dalam Bahasa Jawa Kuno, Bedander terbentuk dari awalan ba + dander; arti kata ba- sama dengan awalan ber- dalam Bahasa Indonesia yang berarti memiliki atau melakukan, sedangkan kata dander merupakan kata bentukan dari dua kata, yaitu dana (hadiah, pemberian, derma, kemurahan hati) (Mardiwarsito 1986: 147; Zoetmulder 1992, 1: 192 ) dan dhara (sikap, pemegang atau pembawa) (Mardiwarsito 1986: 170; Zoetmulder 1992, 1:196). Kata dana + dhara. kemudian diucapkan dandher/dander, kata itu dapat diartikan menjadi “sikap murah hati”. Adapun kata Badander dapat diartikan sebagai “(mereka yang) bersikap murah hati”.
Di akhir tulisanya Prof. Agus Aris Munandar menyampaikan bahwa pada akhirnya hasil kajian ini bukan sesuatu kebenaran mutlak, interpretasinya masih bersifat sementara berdasarkan data yang tersedia saja, jika di masa mendatang didapatkan data otentik yang lebih valid, tentu kesimpulan dalam kajian ini akan diperbaiki, diperkuat, atau malah dibantah.
Penulis: Syafik