Blora- Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Front Masyarakat Peduli Demokrasi (FMPD) mendatangi DPRD Blora, Kamis 26-11-2020. Mereka mendesak penyaluran bantuan sosial, hibah maupun bantuan keuangan bersumber dari APBD kabupaten dilakukan setelah pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal itu untuk menghindari politisasi anggaran.
Kedatangan para aktivis diterima Ketua DPRD HM Dasum dan Wakil Ketua DPRD Siswanto bersama sejumlah anggota DPRD lainnya di ruang rapat dan selanjutnya digelar audiensi. Tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) juga turut hadir dalam audiensi.
Pihak TAPD diwakili Kepala Inspektorat Kunto Aji, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Reni Miharti, Asisten III Henny Indriyanti, Plt Kepala Bappeda Free Bayu Alamanda dan bagian hukum sekretariat daerah (setda).
Seno Margo Utomo dari FMPD dalam audiensi mengemukakan pihaknya telah melaporkan Bupati Djoko Nugroho dan sejumlah pejabat pemkab ke Bawaslu belum lama ini. Menurutnya, laporan dugaan politisasi anggaran penyaluran bantuan bagi warga korban angin puting beliung di Desa Kutukan, Kecamatan Randublatung itu telah ditindaklanjuti Bawaslu dengan meneruskannya ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk terlapor bupati Blora dan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) bagi terlapor sejumlah pejabat.
Sekadar diketahui, dalam penyaluran paket bantuan sembako di Desa Kutukan tersebut terselip masker dan kalander bergambar salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati. Dari laporan itu, kata Seno Margo Utomo, pihaknya meminta DPRD menggunakan hak angket untuk menyelidikinya.
‘’Sebenarnya banyak laporan yang masuk ke kami terkait dugaan politisasi anggaran. Misalnya bantuan baru akan dicairkan menunggu perintah bapak (bupati, red). Kami mendesak agar politisasi anggaran dihentikan. Sebaiknya bantuan diberikan setelah pilkada saja,’’ ujar Seno Margo Utomo mantan anggota DPRD Blora.
Pernyataan senada dikemukakan pula sejumlah aktivis lainnya seperti Exi Wijaya, Hariyanto, Joko Supratno dan Yayun. Mereka meminta agar organisasi perangkat daerah (OPD) maupun ASN profesional dalam bekerja. Para ASN pun didesak untuk tidak berorientasi pada kekuasaan. ‘’Kami akan pidanakan jika ada yang main-main,’’ tegas Hariyanto.
Para aktivis dalam aundiensi itu juga menayakan penyerapan anggaran APBD Blora 2020 kepada TAPD. Mereka juga menginginkan agar DPRD mendesak pemkab menunda penyaluran bantuan hingga selesainya pilkada 9 Desember. Hanya saja tuntutan para aktivis tersebut tidak mendapatkan jawaban jelas dan tegas dari DPRD. Wakil Ketua DPRD Siswanto justru meminta setiap OPD melaporkan data bantuan sosial yang sudah disalurkan maupun yang belum dicairkan. ‘’Kita perlu data yang valid,’’ kata Siswanto.
Siswanto yang mendampingi Ketua DPRD HM Dasum kemudian mempersilahkan TAPD membeberkan data penyerapan anggaran dan mekanisme penyaluran bantuan. ‘’Hingga saat ini penyerapan anggaran berdasarkan surat perintah pencairan dana (SP2D) telah mencapai 70 persen. Kami masih menunggu ketentuan lebih lanjut tentang pencairan anggaran apakah paling akhir 23 Desember atau 31 Desember. Sebab, hal itu terkait dengan wacana perubahan cuti bersama yang akan diputuskan presiden,’’ kata Endro dari BPPKAD.
Penulis : Ais
Editor : Sujatmiko