Agen Polisi I Rawi dan Perang Puputan di Bojonegoro Melawan Belanda

oleh
oleh
(Anggota Brimob Kompi C membersikan Monumen AP 1 Rawi. Desa Trenggulunan Kecamatan Ngasem, pada peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 2021. )

Damarinfo.com – Perang Puputan, begitu Dicky Eko Prasetio, Mahasiswa Hukum Universitas Negeri Surabaya dalam tulisanya  yang diterbitkan di https://www.researchgate.net/publication/340599287. Istilah ini lah yang kemudian digunakan untuk memberikan sebuah penggambaran perjuangan AIPDA RAWI yang disebut sebagai “Perang Puputan Trenggulunan” yaitu, perang sampai titik darah penghabisan yang dilakukan di Desa Trenggulunan Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.

Dalam Perang ini AIPDA RAWI gugur dan dibangun Tugu Peringatan AIPDA RAWI. Sedangkan makam AIPDA RAWI berada di Taman Makam Pahlawan Jl. K.H. Hasyim Asy’ari Bojonegoro dengan nomor register 44. Atas jasanya namanya diabadikan sebagai markas ksatrian Brigade Mobil (Brimob) Kompi C di Bojonegoro, dikenang dengan memberikan nama salah satu ruang pertemuan di Polres Bojonegoro, Nama Jalan di Kecamatan Ngasem dan juga nama Lapangan sepak bola di lingkungan Markas Brimob Kompi C di Bojonegoro.

AIPDA RAWI masuk menjadi anggota POLRI dan diterima kemudian mengikuti pendidikan polisi di Padangan, Bojonegoro selama lima bulan pada tahun 1946 dan menyandang pangkat Agen Polisi II. Kemudian pada tahun 1947, AIPDA RAWI ditugaskan untuk menjaga status quo daerah Lamongan membantu Batalyon Djarot, karena wilayah Bojonegoro belum masuk dalam rencana pendudukan Belanda pada agresi militer ke I. Setelah itu, AIPDA RAWI yang masih berusia 19 tahun masuk sebagai anggota Mobil Brigade Karesidenan Bojonegoro dan mendapat pangkat Agen Polisi I. AIPDA Rawi Selanjutnya ditunjuk sebagai pemimpin seksi ketika terjadi perang gerilya melawan pasukan Belanda pada tahun 1949 dengan daerah operasi Kalitidu, Ngasem, Bubulan, dan Purwosari.

Pada Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948, di Bojonegoro, seluruh anggota kompi diperintahkan untuk melakukan perlawanan secara “Gerilya”. Pada Bulan Maret 1949, AIPDA RAWI ditunjuk sebagai pemimpin pasukan stroot troopen (pasukan penyerang) melakukan penghadangan di Jalan Raya Bojonegoro-Cepu di daerah Clangap, Desa Sumengko, Kecamatan Kalitidu dan berhasil menghancurkan satu truk milik pasukan Belanda. Namun kekuatan pasukan Belanda yang sangat kuat berhasil menyerang dan menduduki wilayah Kalitidu dan menyebabkan pasukan AIPDA RAWI menghindar hingga di daerah Ngasem.

Baca Juga :   Doa Bersama Lintas Agama untuk Polisi di Bojonegoro

Karena merasa terjepit, AIPDA RAWI dan pasukannya mengungsi di sekitar Desa Kalitidu dan menemukan beberapa benda dari pasukan Belanda diantaranya: 1 Megazen peluru bren dan sepatu. Kekuatan yang tidak seimbang antara pasukan Mobil Brigade yang dipimpin oleh AIPDA RAWI, menyebabkan AIPDA RAWI dan pengikutnya mulai mengungsi ke selatan yaitu ke daerah Ngasem, karena wilayah Kalitidu sepenuhnya ada pada kontrol tentara-tentara Belanda. Pusat komando kompi pun oleh AIPDA RAWI dipindahkan ke Desa Deling.

Baca Juga :   Polres Bojonegoro Ziarah TMP untuk Menghormati Pahlawan Nasional

Pada tanggal 9 Agustus 1949 siang, saat AIPDA RAWI, Komandan Polisi Abdul Rahman dan seluruh pasukannya sedang beristirahat di Desa Trenggulunan mereka menerima laporan dari masyarakat bahwa pasukan Belanda sedang menuju di Desa Trenggulunan. Pada sore hari pasukan Belanda sebanyak 22 orang di bawah pimpinan Letnan Asmax bergerak melewati Desa Trenggulunan dan berpapasan dengan AIPDA RAWI dan pasukannya. Terjadilah pertempuran besar antara satu pleton pasukan AIPDA RAWI yang juga dibantu masyarakat sekitar dengan pasukan Belanda dengan senjata lengkap.

Dengan taktik perang gerilya-nya AIPDA RAWI mencoba memojokkan pasukan Belanda yang memang secara geografis tidak menguasai medan. Akan tetapi, dengan strategi pengepungan yang diterapkan oleh Belanda, maka justru pasukan AIPDA RAWI yang terjepit pada pertempuran yang kurang lebih berlangsung selama 30 menit ini. Bunyi tembakan dan ledakan mesiu pun tak terhindarkan bahkan hingga terdengar dari jarak beberapa kilometer. Karena semakin terjepit dan serangan membombardir Belanda dari segala sisi, akhirnya dengan tembakan beruntun dari pasukan Belanda, AIPDA RAWI pun gugur  dalam perang puputan tersebut.

Penulis : Syafik

Sumber :  “Memahami Ngasem dari AIPDA RAWI: Melacak Jejak Perjuangan di Desa Trenggulunan” Dicky Eko Prasetio (https://www.researchgate.net/publication/340599287.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *