damarinfo.com –Seorang Sahabat yang Amanah. Di antara sahabat Rasulullah ﷺ yang paling mulia, terdapat seorang pria yang rendah hati, jujur, dan terpercaya. Namanya Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Rasulullah ﷺ bahkan pernah bersabda, “Setiap umat memiliki orang yang paling terpercaya, dan orang yang paling terpercaya di umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Ubaidah berasal dari suku Quraisy dan termasuk orang yang masuk Islam di awal dakwah Rasulullah ﷺ. Sejak saat itu, ia tidak pernah berpaling dari ajaran Islam, bahkan ketika harus menghadapi tantangan paling berat dalam hidupnya.
Ujian Berat: Bertempur Melawan Ayahnya Sendiri
Dalam Perang Badar, kaum Muslimin berhadapan dengan pasukan Quraisy. Di antara mereka, ada ayah Abu Ubaidah, yang masih memegang teguh keyakinan jahiliyah. Saat pertempuran berkecamuk, sang ayah berkali-kali mengejar Abu Ubaidah untuk membunuhnya.
Seperti disebutkan dalam “Sirah Ibnu Hisyam”, Abu Ubaidah selalu menghindar karena tidak ingin melawan ayahnya sendiri. Namun, ketika tidak ada pilihan lain, ia terpaksa menghadapinya dan menebasnya demi mempertahankan Islam.
Peristiwa ini begitu berat bagi Abu Ubaidah, tetapi ia lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dibandingkan keluarganya sendiri. Sebagai bukti pengorbanannya, turunlah firman Allah dalam Surah Al-Mujadilah ayat 22 yang memuji mereka yang mendahulukan keimanan dibandingkan hubungan keluarga.
Pahlawan Perang Uhud
Dalam Perang Uhud, kaum Muslimin mengalami kesulitan besar setelah pasukan Quraisy melakukan serangan balik. Bahkan, Rasulullah ﷺ sendiri terluka, dan dua rantai dari topi besinya tertanam di pipi beliau.
Abu Ubaidah, yang sangat mencintai Rasulullah ﷺ, segera menghampiri beliau. Dengan gigi depannya, ia mencabut rantai tersebut, hingga giginya sendiri patah. Ia kemudian mencabut rantai kedua dengan cara yang sama, menyebabkan giginya yang lain patah juga.
Seperti disebutkan dalam “Sirah Ibnu Ishaq”, karena peristiwa ini, Abu Ubaidah menjadi salah satu sahabat dengan senyum yang khas, karena gigi depannya sudah tiada.
Panglima Muslim yang Rendah Hati
Setelah Rasulullah ﷺ wafat, kaum Muslimin memilih Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah. Di masa pemerintahannya, Abu Ubaidah ditunjuk sebagai panglima dalam penaklukan Syam (Suriah, Palestina, dan sekitarnya).
Meskipun memiliki kekuasaan besar, Abu Ubaidah tetap hidup sederhana. Dalam “Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah”, disebutkan bahwa ia tidak memiliki rumah mewah, hanya sebuah tenda sederhana, dan seluruh gajinya ia gunakan untuk kepentingan umat Islam.
Ketika Khalifah Umar bin Khattab datang ke Syam, ia ingin mengunjungi panglimanya ini. Saat tiba di rumah Abu Ubaidah, Umar terkejut karena hanya ada sehelai tikar, pedang, dan kendi air di dalamnya. Umar pun menangis dan berkata, “Dunia telah mengubah banyak orang, tetapi tidak mengubahmu, wahai Abu Ubaidah.”
Wafatnya Sang Kepercayaan Umat
Ketika terjadi wabah Tha’un di Syam, Abu Ubaidah termasuk di antara orang-orang yang terkena penyakit tersebut. Meskipun bisa saja ia meninggalkan kota dan menyelamatkan diri, ia memilih tetap bersama rakyatnya hingga akhirnya wafat.
Di saat-saat terakhirnya, ia berkata kepada tentaranya, “Aku wasiatkan kepada kalian, bertakwalah kepada Allah, shalatlah dengan baik, dan berpegang teguhlah kepada Islam.”
Umat Islam kehilangan seorang pemimpin yang luar biasa, seorang pria yang telah mendedikasikan hidupnya sepenuhnya untuk Islam.
Pelajaran dari Kisah Abu Ubaidah bin Al-Jarrah
- Kepercayaan adalah kunci kepemimpinan. Abu Ubaidah dikenal sebagai orang yang paling amanah, bahkan Rasulullah ﷺ sendiri memberikan gelar itu kepadanya.
- Cinta kepada Allah lebih besar daripada cinta kepada keluarga. Abu Ubaidah menghadapi ujian berat saat harus bertempur melawan ayahnya sendiri demi mempertahankan Islam.
- Kesederhanaan adalah tanda pemimpin sejati. Meskipun memiliki kekuasaan, Abu Ubaidah tetap hidup dengan zuhud dan sederhana.
Abu Ubaidah bin Al-Jarrah adalah contoh pemimpin yang jujur, berani, dan penuh amanah. Umat Islam akan selalu mengenangnya sebagai “Sang Kepercayaan Umat”
Penulis : Syafik